Senin, 15 September 2008

Sejarah dan Perkembangan Studi Mariologi

Sejarah dan Perkembangan Studi Mariologi

Gereja Awal

Sejarah Mariologi bisa ditelusuri dari abad pertama. Umat Kristiani awal memusatkan penghormatan mereka pada mulanya kepada para martir di sekitar mereka. Mengikuti hal ini, mereka melihat adanya semacam jembatan antara penghormatan umat Kristiani yang lama dan yang baru dalam diri Maria. Di abad ke-2, Santo Irenaeus dari Lyon menjuluki Maria “Hawa Kedua” sebab melalui Maria dan kepasrahannya pada pilihan Tuhan baginya, Tuhan memperbaiki kerusakan yang terjadi akibat pilihan Hawa untuk memakan buah terlarang. Doa kepada Maria tertua yang tercatat , sub tuum praesidium, diperkirakan berasal dari sekitar tahun 250.

Pada abad ke-5, Konsili Ekumenis Ketiga memperdebatkan pertanyaan apakah Maria layak digelari sebagai Theotokos dan puncaknya menegaskan penggunaan gelar tersebut. Gereja-gereja yang didedikasikan kepada Maria muncul di seluruh tanah Kristen saat itu, diantaranya yang terkenal adalah Basilika Santa Maria Maggiore di Roma dan Hagia Sophia di Konstantinopel. Ajaran mengenai Pengangkatan Tubuh Maria ke Surga menyebar luas di dunia Kristen mulai dari abad keenam dan selanjutnya. Hari peringatannya ditetapkan pada tanggal 15 Agustus baik di daerah Romawi Timur maupun Barat.


Abad Pertengahan hingga Masa Reformasi Protestan

Abad Pertengahan menyaksikan pertumbuhan dan perkembangan Mariologi, serta membawa para pelaku devosi kepada Maria yang setia ke permukaan, termasuk diantaranya Ephraim orang Syria, Yohanes Damascene dan Bernard dari Clairvaux. Doa-doa kepada Maria seperti Ave Maria serta kidung-kidung seperti Ave Maris Stella dan Salve Regina lahir, menjadi nyanyian-nyanyian utama di biara. Praktek-praktek devosi jumlahnya bertambah pesat. Dari tahun 1000 dan selanjutnya semakin banyak gereja, termasuk banyak katedral-katedral agung Eropa, didedikasikan kepada Maria.

Satu kontroversi besar sepanjang masa adalah konsep Pembuahan Suci. Walau konsep Maria yang tanpa dosa telah ditegaskan dalam masa-masa awal gereja, kapan dan bagaimana tepatnya Maria menjadi bersih tanpa dosa menjadi sebuah topik untuk perdebatan dan pertentangan. Secara bertahap konsep bahwa Maria telah disucikan dari dosa asal pada saat Ia diciptakan mulai diterima luas, terutama setelah Yohanes Duns Scotus menjawab keberatan utama dari konsep kesucian Maria semenjak penciptaan, sebagai kebutuhannya bagi penebusan dosa.[8] Karya Allah dalam membuat Maria bersih dari dosa semenjak penciptaannya adalah, menurutnya, mungkin bentuk penebusan dosa yang paling sempurna.

Selama Reformasi Protestan, Mariologi Katolik Roma diterpa serangan tuduhan gencar yang belum pernah terjadi sebelumnya sebagai sesuatu yang mencemarkan kesucian dan ajaran takhyul. Para pemimpin Protestan seperti Martin Luther dan John Calvin, meski secara pribadi taat pada kepercayaan Maria seperti kelahiran perawan dan kesuciannya, menganggap penghormatan umat Katolik pada Maria sebagai tandingan terhadap peran kudus Yesus Kristus.

Sebagai sebuah refleksi dari penentangan teologis ini, karya-karya seni religius dan berbagai patung serta lukisan Maria dihancurkan secara besar-besaran. Beberapa kaum reformis Protestan, terutama Andreas Karlstadt, Huldrych Zwingli dan John Calvin mendorong penghilangan gambaran-gambaran religius dengan merujuk pada pelarangan Dekalog atas pemujaan berhala dan pembuatan patung-patung yang menggambarkan Tuhan. Kerusuhan orang-orang yang menentang patung berhala yang besar terjadi di Zurich (1523), Kopenhagen (1530), Münster (1534), Jenewa (1535), Augsburg (1537) dan Skotlandia (1559). Tujuh Belas Provinsi (sekarang Belanda, Belgia dan sebagian Perancis utara) mengalami gelombang gerakan anti patung berhala yang besar pada musim panas tahun 1566. Konsili Trente menegaskan mengenai tradisi Katolik akan keberadaan lukisan-lukisan dan karya-karya seni di dalam gereja, yang menyebabkan perkembangan karya-karya seni mengenai Maria dan Mariologi yang luar biasa selama masa Barok.

Masa Barok hingga Masa Pencerahan

Selama masa Reformasi Protestan, Gereja Katolik mempertahankan Mariologi terhadap serangan kaum Protestan sementara juga bertempur dalam Perang Ottoman di Eropa melawan Turki yang dilakukan dan dimenangkan di bawah perlindungan Sang Perawan Maria. Kemenangan di Perang Lepanto (1571) diakui sebagai karya Maria “dan menandai dimulainya kebangkitan kembali yang kuat atas devosi-devosi kepada Maria”.

Karya-karya tulis masa Barok mengenai Maria menyaksikan perkembangan yang tidak disangka sebelumnya dengan lebih dari 500 halaman tulisan Mariologi selama abad ke-17 saja. Francis Suarez, seorang Yesuit, adalah teolog pertama yang menggunakan metode Thomist untuk Mariologi. Penulis-penulis lainnya yang memberikan sumbangan pada Mariologi masa Barok adalah Lawrence dari Brindisi, Robert Bellarmine, dan Francis dari Sales.

Mariologi masa Barok didukung oleh beberapa paus: Paus Paulus V dan Paus Gregorius XV memutuskan di tahun 1671 dan 1622 bahwa pernyataan yang menyebutkan Sang Perawan Maria diciptakan dengan dosa asal tidak bisa diterima. Paus Aleksander VII menyatakan di tahun 1661 bahwa jiwa Maria terbebas dari dosa asal. Paus Klemens XI memerintahkan perayaan Immaculata bagi seluruh gereja di tahun 1708. Perayaan Rosario diperkenalkan pada tahun 1716, perayaan Tujuh Duka Maria diperkenalkan tahun 1727. Doa Angelus didukung dengan kuat oleh Paus Benediktus XIII di tahun 1724 dan oleh Paus Benediktus XIV di tahun 1742.

Penekanan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan rasionalisme di Masa Pencerahan membuat teologi Katolik dan Mariologi untuk banyak melakukan pembelaan diri. Konsep keperawanan dan rahmat-rahmat khusus masih ditaati, namun pemujaan terhadap Maria dijauhi. Beberapa teolog mengusulkan penghapusan semua hari perayaan bagi Maria, kecuali hari-hari yang memiliki dasar-dasar Kitab Suci dan hari raya Pengangkatan Tubuh Maria ke Surga.

Banyak kaum Benediktin seperti Celestino Sforndrati (wafat 1696) dan Yesuit, didukung oleh para umat yang taat dan perkumpulan pro-Maria mereka, berdiri melawan gerakan anti-Maria ini. Namun dengan adanya sekularisasi, yang berarti penutupan paksa banyak biara, ziarah-ziarah untuk Maria tidak berlanjut atau jumlahnya sangat jauh berkurang. Doa Rosario dikritik dari dalam lingkungan Katolik sendiri sebagai sesuatu yang tidak memusatkan pada Yesus dan terlalu mekanis. Di beberapa tempat bahkan pernah dilarang untuk berdoa rosario selama Misa Kudus.

Selama masa ini pendukung Mariologi merujuk pada “Kemuliaan Maria” dan beberapa tulisan Mariologi lainnya karya Alfonsus Liguori, seorang Italia, yang kebudayaannya tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh gerakan Pencerahan. “Secara keseluruhan, Mariologi Katolik selama Masa Pencerahan kehilangan perkembangan utama dan nilai tingginya, namun dasar-dasarnya berhasil dipertahankan dimana menjadi dasar bagi Abad ke-19 untuk kembali membangunnya”.

Abad ke-19

Mariologi di abad ke-19 didominasi oleh pembahasan Pembuahan Suci dan Konsili Vatikan Pertama. Baru pada tahun 1854 Paus Pius IX, dengan dukungan yang luar biasa dari para Uskup Katolik Roma yang ia ajak berkonsultasi antara tahun 1851-1853, meresmikan dogma Pembuahan Suci.

Delapan tahun sebelumnya, di tahun 1846, Sri Paus mengabulkan permintaan penuh dari para uskup Amerika Serikat dan menyatakan bahwa Immaculata sebagai pelindung Amerika Serikat. Selama Konsili Vatikan Pertama, 108 imam peserta konsili meminta agar ditambahkan kata-kata “Perawan Suci” ke dalam doa “Salam Maria”. Beberapa imam meminta agar dogma Pembuahan Suci dimasukkan ke dalam kredo Gereja.

Banyak umat Katolik Perancis mengharapkan dijadikannya dogma terhadap konsep Infalibilitas kepausan dan Pengangkatan Tubuh Maria ke Surga di dalam konsili ekumenis yang selanjutnya. Selama Konsili Vatikan Pertama sembilan petisi Mariologi mendukung sebuah kemungkinan dogma atas Pengangkatan Maria, yang sayangnya ditentang secara tegas oleh beberapa peserta konsili, terutama yang berasal dari Jerman. Pada tanggal 8 Mei para peserta konsili menolak pembuatan dogma akan konsep tersebut, sebuah keputusan yang didukung oleh Paus Pius IX. Konsep Maria sebagai ko-redemptrix juga sempat didiskusikan namun dibiarkan terbuka. Sebagai dukungannya, para peserta konsili menyoroti kudusnya keibuan Maria dan menganugerahinya dengan gelar Ibu Segala Rahmat.

Paus Rosario Leo XIII adalah sebuah gelar yang diberikan kepada Paus Leo XIII (1878-1903) karena ia menciptakan sebuah rekor dengan mengeluarkan sebelas ensiklik kepausan mengenai doa rosario, meresmikan kebiasaan Katolik untuk berdoa rosario tiap hari selama bulan Oktober, yang dibuat pada tahun 1883 pada hari perayaan Ratu Rosario Suci.

Mariologi sebagai Teologi Rakyat

Tidak seperti kebanyakan teologi Katolik Roma yang berasal dari tingkatan atas Gereja, Mariologi seringkali berasal dari bawah oleh puluhan juta umat Katolik dengan sebuah devosi khusus kepada Sang Perawan Suci. Dalam beberapa kasus penting, devosi-devosi ini tidak dimulai dengan keputusan yang dikeluarkan di Roma, namun malah berasal dari pengalaman-pengalaman rohani (dan pengelihatan) individu-individu yang lugu dan sederhana (kebanyakan adalah anak-anak) yang terjadi di puncak gunung yang terpencil yang dalam beberapa waktu kemudian menciptakan emosi yang kuat di tengah-tengah umat Katolik yang sangat besar jumlahnya. Reaksi kuat di tengah-tengah umat Katolik ini kemudian mempengaruhi tingkatan atas hierarki Gereja Katolik Roma.

Sebuah contoh bagus dari hal ini adalah kasus Santo Juan Diego yang ketika sebagai anak muda di tahun 1531 melaporkan sebuah penampakan Santa Perawan Maria pada suatu subuh dimana ia diperintahkan untuk membangun sebuah gereja di Bukit Tepeyac di Meksiko. Imam kepala lokal tidak percaya pada ceritanya dan, sebagai bukti, ia meminta sebuah peristiwa ajaib. Permintaanya ini kemudian dipenuhi dengan hadirnya gambaran Ratu Guadalupe Kami yang secara permanen tercetak di mantel Juan Diego yang dikenakannya saat mengumpulkan bunga mawar.

Secara keseluruhan, Juan Diego tidak menerima banyak perhatian dari Roma selama era tahun 1530-an semenjak pihak gereja di Roma sedang sibuk menghadapi tantangan gerakan Reformasi Protestan antara tahun 1521 hingga tahun 1579. Walau demikian, di saat banyak orang meninggalkan Gereja Katolik Roma di Eropa sebagai hasil dari gerakan Reformasi Protestan, berita penampakan Sang Perawan Maria dari Juan Diego merupakan unsur yang penting dalam menambah hampir delapan juta orang umat Katolik di Benua Amerika antara tahun 1532 hingga tahun 1538. Pada akhirnya dengan puluhan juta pengikut, Juan Diego mempengaruhi Mariologi di benua Amerika dan di tempat lainnya, dan dinyatakan sebagai “Yang Patut Dimuliakan” oleh Gereja Katolik Roma pada tahun 1987.

Kekuatan Mariologi lainnya di tahun-tahun belakangan ini adalah penyebaran devosi-devosi kepada Maria seperti Rosario Suci melalui berbagai organisasi orang awam Katolik. Abad ke-20 nenyaksikan pertumbuhan yang pesat dalam jumlah organisasi sukarela yang melakukan devosi kepada Maria seperti kelompok-kelompok pembagi rosario gratis. Salah satu contohnya adalah organisasi Pembuat Rosario Ratu Kami yang dibentuk dari uang donasi sebesar 25 dolar untuk membeli sebuah mesin tik pada tahun 1949. Saat ini organisasi tersebut memiliki ribuan sukarelawan/ti yang telah membagikan jutaan rosario gratis kepada misi-misi Katolik di seluruh dunia. Perkembangan devosi-devosi kepada Maria ini kemudian membangun sensus fidelium yang nantinya mempengaruhi arah perkembangan Mariologi secara keseluruhan.

Pusat Penelitian Mariologi

Penelitian resmi tentang Mariologi di dalam lingkungan yang berhubungan dengan Tahta Suci mengalami suatu kemajuan besar dalam Tahun Suci tahun 1950 dan dalam tahun 1958 akibat keputusan-keputusan Paus Pius XII yang mengijinkan berbagai institusi untuk meningkatkan penelitian akademis tentang penghormatan terhadap Perawan Suci Maria.

* Academia Mariana Salesiana. Paus Pius XII mengabulkan pendirian Academia Mariana Salesiana yang merupakan suatu bagian dari perguruan tinggi kepausan. Akademi ini mendukung penelitian-penelitian kaum Salesian dengan tujuan untuk mengembangkan penghormatan kepada Sang Perawan Suci dalam tradisi Santo Yohanes Bosco.

* Centro Mariano Montfortano. Juga di tahun 1950, Centro Mariano Montfortano dipindahkan dari Bergamo ke Roma. Centro menyebar-luaskan ajaran-ajaran Santo Louis de Montfort yang sebelumnya dikanonisasi oleh Paus Pius XII. Institusi ini menerbitkan bulanan Madre e Regina yang menyebar-luaskan orientasi Maria dari Montfort.

* Marianum dibentuk pada tahun 1950 dan pengoperasiannya dipercayakan kepada Ordo Servites. Institusi ini diberikan kuasa untuk menganugerahi semua gelar akademis termasuk sebuah gelar doktor di bidang teologi. Semenjak tahun 1976, Marianum mengadakan konferensi internasional setiap dua tahun untuk menemukan perumusan baru yang mengukur misteri Maria.

* Collegamento Mariano Nazionale (1958) adalah prakarsa mengenai Maria terakhir dari Paus Pius XII. Institusi ini mengkoordinasi semua aktivitas institusi-institusi yang berorientasi pada Maria di Italia, menyelenggarakan ziarah-ziarah yang berorientasi pada Maria dan menyelenggarakan minggu-minggu pembahasan Maria bagi para imam. Selain itu, institusi ini juga memulai penyelenggaraan pertemuan-pertemuan pemuda-pemudi Maria dan menebitkan Jurnal “Madonna”.

Dari semua organisasi ini, Marianum adalah pusat Mariologi yang paling aktif di Roma. Institusi Katolik kepausan ini didirikan oleh Romo Gabriel Roschini (yang kemudian mengepalainya selama beberapa tahun) di bawah arahan dari Paus Pius XII di tahun 1950. Di Marianum, seseorang bisa memperoleh gelar strata dua di bidang Mariologi (program akademis dua tahun) dan seseorang juga bisa memperoleh gelar doktor di bidang Mariologi. Fasilitas Mariologi ini memiliki sebuah perpustakaan berisi 85.000 jilid mengenai Mariologi, serta sejumlah majalah dan jurnal teologi dan yang berhubungan dengan Mariologi. Marianum juga merupakan nama dari jurnal teologi Mariologi yang bergengsi, yang sebelumnya diterbitkan oleh Romo Roschini di tahun 1939.

Pada tahun 1975, Universitas Dayton di Ohio, Amerika Serikat, mendirikan International Marian Research Institute (Institut Internasioanl untuk Penelitian Maria) yang berafiliasi dengan Marianum untuk menawarkan gelar doctorate in sacred theology (S.T.D.: Doktor Teologi Suci) dan diploma di bidang teologi suci (S.T.L.: Sacred Theology Licentiate).

Tidak ada komentar: